Film ini bercerita mengenai kelompok masyarakat yang resah akan masa lalunya dan mereka kemudian mencoba untuk menciptakan narasi sejarah mereka sendiri. Film ini berusaha menunjukan bagaimana sejarah diproduksi oleh sekelompok masyarakat melalui berbagai cara; digunakan untuk berbagai agenda dan pada akhirnya berusaha melihat bagaimana masa lalu dimaknai kekinian. Konteks ini direkam melalui lokus bernama Pati Jateng. Di sana terdapat sejumlah komunitas penggiat sejarah yang berperan penting dalam penciptaan narasi sejarah lokal melalui beragam cara dan artikulasi. Dalam film ini paling tidak terdapat actor/sejarawan otodidak—lokal yang diperankan oleh 1) Komunitas metahistoris; 2) Para Jurukunci; dan 3) Pelaku Ketoprak. Tentu saja, tidak menutup kemungkinan terdapat kelompok lain yang berperan serupa, hanya saja tiga kelompok telah cukup memberi ilustrasi mengenai produksi sejarah dari bawah (tingkat lokal) oleh sekelompok masyarakat.
Permasalahan (keresahan) yang akan dimunculkan dalam film ini dibingkai dalam isu kontestasi budaya dan ragam versi sejarah; dan dominasi narasi besar. Keduanya, sejauh ini, telah memarginalkan khasanah sejarah (versi) lokal sekaligus memperkecil peran historis Pati dalam konteks kajian sejarah Jawa abad ke-15 s/d 17 dimana sangat didominasi narasi besar dari Mataram. Superioritas narasi sejarah juga memiliki dimensi politik-kebudayaan dimana Pati menjadi pemeran antagonis dalam panggung ini.